November 17, 2011

Kerumitan Menyerang Iran

SPEKULASI atas rencana Israel dan Amerika menyerang Iran menguat menyusul laporan Badan Atom PBB (IAEA) pada November ini. IAEA mensinyalir adanya aktivitas program nuklir Iran. Laporan tersebut semakin memperkuat dalih Israel dan Amerika menyerang Iran.

Diprediksi serangan tersebut akan menciptakan instabilitas politik, dan keamanan serius di Timur Tengah. Lebih jauh akan memperburuk krisis ekonomi yang sedang melanda negara-negara industri barat.

Konflik Iran bisa berdampak pada terganggunya jalur suplai minyak dari Timur Tengah. Analis politik internasional Richard Norton, menyebut rencana invasi itu dengan the dangerous fool, aksi berbahaya penuh kebodohan, (Richard Norton, An attack on Iran would be disastrous, The Guardian, 3 Nopember 2011).

Apalagi kondisi Iran kini tidak bisa disamakan dengan kondisi Irak saat diinvasi Amerika dalam Perang Teluk 1991. Politik domestik Irak dalam keadaan sangat labil, karena Sadam hanya disokong oleh kekuasaan otoriter militeristik dan partai Baath. Namun secara ideologis sangat heterogen. Faksi politik Sunni dan Syiah justru menggerogoti Sadam dari dalam saat dinvasi Amerika.

Konstruksi internal Iran kini, di bawah kepemimpinan populis kaum mullah berakar kuat dalam homogenitas kultur politik Syiah yang notabene fondasi utama masyarakat Iran. Kekokohan ini adalah faktor determinan Iran mampu bertahan 8 tahun, dan sendirian menghalau agresi militer Irak tahun 1980-1989. Padahal Iran saat itu berada dalam masa transisi politik pasca revolusi yang meruntuhkan rezim monarkhi otoriter Shah Iran dukungan Amerika. Meskipun Irak ketika itu, didukung monarkhi Arab dan Amerika-saat itu Washington langsung mengeluarkan rezim Baath Irak dari daftar pendukung terorisme internasional.

Faktor-faktor ikutan tersebut antara lain memperumit kalkulasi strategik lain yang memengaruhi keberhasilan target operasi yang dikehendaki Israel dan Amerika. Militer Iran sebagai kekuatan utama di Timur Tengah dan satu-satunya yang mampu mengimbangi Israel. Jika Iran menguasai teknologi senjata nuklir maka posisi Israel sebagai major power di Timur Tengah akan berakhir. Inilah alasan utama yang melatari ambisi Israel menghancurkan Busher, komplek teknologi nuklir Iran. 

Sebagaimana lazimnya, setiap agresi militer Israel ke negara Islam di Timur Tengah harus terlebih dulu mendapat restu Gedung Putih di Washington. Harian terkemuka Israel Haaretz, melaporkan Menhan Amerika Leon Paneta pada 3 Oktober lalu secara rahasia berada di Tel Aviv untuk memperingatkan Benyamin Netanyahu tidak melakukan serangan ke Iran sebelum ada lampu hijau dari Washington.

Implikasi regional dan global
Sampai saat ini Pentangon belum meluluskan keinginan Tel Aviv tersebut. Karena serangan itu memiliki kerumitan strategis yang berdampak merusak grand scenario rancangan Amerika, dan sekutunya Inggris, dan Perancis. Perang dengan Iran bisa menggagalkan proyek demokrasi liberal yang sedang disemai di Irak, Tunisia, Mesir, dan Libia (Suriah, dan Yaman dalam proses infiltrasi ideologis). Di samping itu, gerakan-gerakan resistency network (jaringan perlawanan) radikal anti Amerika di negara-negara tersebut akan tumbuh subur. Ini justru semakin memperkuat posisi wilayah pengaruh Iran sebagai lokomotif agitasi anti Israel dan barat di kawasan Arab. Kekuatan militan bersenjata Hizbullah di Lebanon, Hamas di Palestina dan milisi Syiah di Irak adalah perpanjangan tangan Iran. Teheran juga bisa membuka daerah-daerah bagian Timur yang berbatasan dengan suku Syiah Hazara and Tajik Afghanistan. Menjadikan daerah tersebut sebagai basis militer Taliban menyerang pasukan NATO di Afghanistan. Selama ini Iran menutup peluang itu, menghindari tudingan bersekongkol dengan Al Qaeda.

Dukungan publik Arab di Mesir, Yordania, Lebanon, Maroko, Arab Saudi dan Emirat Arab kepada Iran cukup tinggi. Harian Washington Times melansir hasil polling Prof. Shilbey Telhami dari Universitas Maryland Amerika, pada 2009 hanya 29 persen, dan 2010 naik menjadi 57 persen responden menilai positif program nuklir Iran. Sebaliknya, yang memandang negatif justeru turun dari 46 persen ke 21 persen. Demikian pula riset atas popularitas Obama di kalangan warga Arab juga menurun, dari 45 percent pada 2009 ke 20 percent di 2010. Sebaliknya ketidaksukaan (unfavorable) pada Obama justru meningkat dari 23 percent mejadi 62 percent.

Begitu pula di Israel, harian Haaretz mempublikasi hasil survei opini warga Israel tentang serangan ke Iran. Sekitar 41 persen yang mendukung, beda tipis dengan yang menentang sebesar 39 persen. Secara politik angka tersebut tidak signifikan dan berbahaya bagi partai berkuasa, karena bisa berujung pada jatuhnya kabinet. Fakta ini yang menyebabkan PM Netanyahu dan menhan Ehud Barack kesulitan memperoleh dukungan mayoritas anggota kabinet Israel.

Sikap kontroversial datang dari elite penguasa monarkhi Arab, yang justru secara terbuka mendukung rencana serangan Israel dan Amerika terhadap Iran. Harian Washington Times mengutip ucapan duta besar Emirat Arab untuk Amerika Yousef al-Otaiba ‘We cannot live with a nuclear Iran.’ Sikap sama ditunjukkan pula oleh Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Naif, yang mengatakan “Tidak ada kompromi dengan Iran soal nuklir.”

Dari sisi kepentingan ekonomi global pun, perang dengan Iran juga sangat riskan. Dipastikan respons militer pertama Iran adalah memblokade Selat Hormuz dan Teluk Persia. Ekonomi dunia sangat bergantung pada kemanan selat ini, karena sekitar 50 persen kebutuhan energi dunia melalui selat ini. Blokade Iran berimplikasi pada kenaikan harga minyak dunia yang berujung pada krisis energi dunia. Ini sangat negatif terhadap Eropa yang sedang dililit krisis ekonomi berkepanjangan.

Kekuatan militer Iran
Secara umum postur kekuatan nasional suatu negara sangat ditentukan oleh variabel kekuatan militer. Iran saat ini telah memenuhi syarat tersebut. Angkatan bersenjata Iran yang dikenal dengan nama Pasdaran yang berjumlah sekitar 350.000 personil. Diakui tangguh dalam perang melawan Irak selama 8 tahun 1980-1988. Dengan keterbatasan senjata dan transisi revolusi, mampu mengimbangi kekuatan 600.000 militer Irak yang memiliki perlengkapan perang lengkap dari negara-negara Arab dan Barat. Beberapa dekade terakhir militer Iran berhasil menguasai teknologi militer canggih. Kini Iran telah mampu memroduksi berbagai peralatan mesin perang seperti pesawat siluman Karrar, radar Ghadir, satelit Rassad, berbagai rudal Fateh-110, Shahab1-3. Tank reaksi cepat Tosan. Jet tempur Hesa Saeqeh. Semakin meningkatkan kapabilitas tempur Pasdaran dalam perang modern.

Indonesia yang mayoritas Islam selayaknya mendukung program nuklir Iran yang bisa mengubah konstelasi perimbangan kekuatan di Timur Tengah. Selama didominasi Israel karena kekuatan nuklirnya. Tampilnya Iran sebagai negara berkekuatan nuklir kita harapkan juga akan mengubah sikap politik Amerika dan sekutunya di Timur Tengah, ke arah yang lebih adil khususnya dalam masalah Palestina.

Penulis: Sahari Ganie (Pemerhati Politik Internasional)
Sumber: Serambi Indonesia

0 comments:

Post a Comment

 
Web developed by Eka.aSOKA.web.id | Domain Host by aSOKAhost.com
Follow @MuehammadAdam