August 19, 2011

Neraca Massa Ramadhan

Oleh Zahra Fona Idris

“Apabila tiba malam pertama di bulan Ramadhan, setan-setan dan jin dibelenggu. Pintu-pintu neraka ditutup hingga tak ada satupun yang terbuka. Dan pintu-pintu surge dibuka hingga tak satupun yang tertutup. Lalu diserukanlah: “Wahai orang-orang yang menghendaki kebaikan terimalah dan wahai orang-orang yang menghendaki keburukan urungkanlah. “Dan Allah memilih orang-orang yang dibebaskan dari siksa neraka dan itu terjadi setiap malam” (HR.Tirmidzi dishahihkan Al-Bany).

BAGAIMANA mengukur kesuksesan Ramadhan? Dalam ilmu teknik, hukum kekekalan massa berlaku untuk proses kontinyu yang dikenal dengan neraca massa (mass balance). Sesuai dengan bidang ilmu yang saya geluti, maka dalam tulisan ini saya hendak mengumpamakan keadaan Ramadhan kita sebagai process kontinyu, sehingga hukum kekekalan massa berlaku di sana. Secara prinsipil ada dua jenis neraca massa: (1) Massa yang masuk sama dengan massa yang keluar, lazim dikatakan sebagai keadaan steady state, rumusannya adalah Q = masuk+keluar; (2) massa yang masuk sama dengan massa yang keluar ditambah dengan massa yang terakumulasi di dalam sistem, disebut dengan unsteady state, dengan rumusan Q = masuk+keluar+akumulasi.

Pada tipe pertama, steady state, sebanyak apa pun asupan ilmu, amal-amal baik, kebiasaan tingkah laku baik, kebiasaan tepat waktu (misalnya berbuka puasa), kebiasaan tadarus, tambahan amalan shalat sunnah yang kita lakukan, kesabaran, kepekaan terhadap penderitaan orang lain, kebiasaan sedekah, zakat, akan keluar dan menghilang begitu saja, tidak tersisa sama sekali ketika Ramadhan berlalu. Seperti sabda Rasulullah SAW: “Mungkin hasil yang diraih seorang shaum (yang berpuasa) hanya lapar dan haus, dan mungkin hasil yang dicapai seorang yang shalat malam (qiyamul lail) hanyalah berjaga.” (HR. Ahmad dan Al Hakim). Keadaan ini adalah keadaan terburuk dalam menyikapi Ramadhan.

Sedangkan jenis kedua, unsteady state, yaitu segala bentuk amal yang telah disebutkan di atas, akan tersisa di dalam jiwa, menjadi sebuah kebiasaan rutin meskipun Ramadhan berlalu. Meskipun semua hal tersebut tidak sama persis kita laksanakan seperti ketika sedang Ramadhan karena beberapa amalan tidak dicontohkan Nabi kita di luar Ramadhan, tetapi amalan-amalan lainnya tetap kita teruskan. Nah, ini disebut dengan akumulasi, yaitu adanya massa yang tertinggal di dalam sistem. Yang perlu kita garisbawahi adalah, meningkatkan persentase akumulasi ini semaksimal mungkin. Semakin banyak akumulasi, maka semakin dekat kita dengan apa yang disebut Allah sebagai orang-orang yang beruntung, orang-orang yang mendapat berkah Ramadhan. Orang-orang tersebut akan mudah ditandai dengan adanya perbaikan diri, sifat, perbuatan, amalan-amalan, dibandingkan fase sebelum Ramadhan. Sebagai contoh, tadarus tetap berlanjut, dan meskipun tarawih telah tiada, salat sunnah lainnya semakin diperbanyak, sedekah lebih sering dan teratur, zakat tidak pernah lupa, kesabaran, serta santun dalam bersikap dan berkata, kepekaan terhadap lingkungan, dan sebagainya.

Dalam hal ibadah personal misalnya, bila sebelum Ramadhan shalat selalu di ujung waktu, maka setelah Ramadhan, salat wajib sudah di awal waktu setidaknya tidak lagi di akhir. Bila sebelum Ramadhan membaca Quran hanya seminggu sekali atau sebulan sekali, maka setelah Ramadhan, setiap hari bahkan setiap selesai shalat. Bila sebelum Ramadhan kita jarang memberi, baik itu sedekah maupun infak, maka setelah Ramadhan kita akan merasa tidak enak badan sebelum bersedekah. Bila kita jarang melihat tetangga yang kelaparan, maka sesudah Ramadhan kita akan lebih peka dan rutin membantu mereka. Bila sebelum Ramadhan kita berbicara kurang sopan atau kasar dan emosional, maka sesudah Ramadhan kita lebih bisa menahan diri dan pandai memilih kata dalam berkomunikasi.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa semua point di atas wajib dimiliki oleh kita seusai Ramadhan, melainkan, segala bentuk peningkatan kualitas diri berupa kebaikan bila dibandingkan dengan massa sebelum Ramadhan, sekecil apa pun itu, dapat dikategorikan sebagai berkah.

Alangkah idealnya Allah menciptakan bulan Ramadhan sebagai media pelatihan diri. Alangkah meruginya kita bila tidak pandai memaksimalisasi pemanfaatan sarana tersebut. Ramadhan hanya datang sekali dalam setahun, bila kita telah kehilangannya, kita tidak akan mendapatkannya di Ramadhan tahun berikutnya, karena Ramadhan tahun berikutnya adalah Ramadhan yang lain. Semoga kita termasuk tipe unsteady state dengan persentase akumulasi maksimal, sehingga berkah Ramadhan terpahat di jiwa kita, menjadi insan yang paripurna ketika Ramadhan meninggalkan kita.

* Penulis adalah Mahasiswa Master Program Jurusan Hydro Science and Engineering Technische Universitaet Dresden-Germany. Penerima Beasiswa Pemda Aceh Batch I.
Sumber : Serambi Indonesia,  Jumat, 19 Agustus 2011

0 comments:

Post a Comment

 
Web developed by Eka.aSOKA.web.id | Domain Host by aSOKAhost.com
Follow @MuehammadAdam